Cerita Dava Daviar Saputra, Lulusan AWS DevOps & Back-End Developer Scholarship Program, yang Sukses Meraih Karier Impian Meski Hampir Menyerah di Tengah Jalan
Memperbaiki kesalahan dalam hidup bukanlah hal yang memalukan untuk dilakukan. Dava Daviar Saputra (23 tahun) sangat sadar akan hal ini. Meskipun sempat merasa “salah” jurusan kuliah, Dava tidak menyerah. Ia justru bertekad untuk mencari program yang dapat mengejar ketertinggalannya di bidang teknologi.
Di tengah perjalanannya, Dava menemukan platform Dicoding, yang membawanya ke program beasiswa AWS DevOps & Back-End Developer. Ia pun berhasil menjadi talenta digital unggul seperti yang kita lihat sekarang. Bagaimana kisah Dava berhasil mengejar ketertinggalannya? Mari kita simak selengkapnya!
Jauh sebelum minatnya terhadap teknologi tumbuh, Dava adalah seorang pemuda biasa asal Surabaya, Jawa Timur, yang merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Ayahnya bekerja sebagai teknisi pembuat gigi palsu, sedangkan ibunya merupakan ibu rumah tangga.
Awalnya, sang ayah mengharapkan Dava untuk mengikuti jejaknya dengan menempuh pendidikan di bidang kedokteran gigi. Di sisi lain, ibunya menginginkan Dava untuk melanjutkan pendidikan di bidang manajemen atau akuntansi. Namun, Dava memilih jalannya sendiri ke ranah teknologi.
“Kebetulan saya menyukai hal-hal yang berbau misteri dan memerlukan problem solving. Kebetulan teknologi memiliki keduanya.”
Ketertarikan Dava terhadap teknologi dimulai saat ia mengotak-ngatik laptop Asus miliknya. Meski sudah tua dan hanya dilengkapi dengan sistem operasional Windows XP, Dava bersemangat untuk “membongkar” laptopnya sendiri.
“Saya dulu senang ngoprek laptop jadul saya yang tebal. Saya pelajari semuanya, mulai dari struktur LCD sampai keyboard-nya. Dari situ, saya tahu kalau hardware di laptop tersebut takkan berjalan tanpa adanya software.”
Dari sinilah ketertarikan Dava terhadap software mulai tumbuh. Ia menyadari bahwa hardware memiliki struktur yang kaku, sedangkan software dapat terus berkembang dan berubah setiap bulan, hari, bahkan jam. Hal ini menarik perhatiannya karena merasa bahwa dunia software lebih dinamis dan menantang untuk dijelajahi.
Dava pun tertarik untuk mempelajari pengembangan web dan desain layout web. Meskipun pada saat itu desain web belum sepopuler sekarang, Dava sudah melakukan “inspect element” untuk memahami struktur dasar dan memvisualisasikan bagaimana sebuah website dibangun.
Ketika menginjak masa kuliah, Dava memutuskan untuk mengambil Pendidikan Informatika di Universitas Negeri Surabaya untuk mempertajam ilmunya. Namun, selama satu tahun pertama, ia tidak menemukan ilmu yang dibutuhkan. Ini berlawanan dengan tujuan awalnya, di mana ia ingin menjadi talenta digital yang unggul di bidang pengembangan web.
Berangkat dari perasaan “salah jurusan” itu, Dava pun memutuskan untuk mencari program komprehensif untuk memperdalam kemampuan coding-nya.
Berangkat dari minimnya materi pemrograman yang implementatif di kampusnya, Dava mulai menjelajahi berbagai platform belajar di semester ketiga. Salah satu platform tersebut adalah Dicoding yang ia temui melalui Instagram. Dari situ, Dava melihat salah satu beasiswa yang sedang diadakan, yakni AWS DevOps & Back-End Developer Scholarship.
Ketika mencari tahu lebih dalam, Dava langsung tertarik dengan program ini karena materi pelajaran yang lengkap, terstruktur, dan relevan dengan kebutuhan industri saat ini. Tanpa menunggu lebih lama, Dava pun memutuskan untuk mendaftar ke program beasiswa AWS dengan fokus pada backend dan DevOps.
“Materi yang diberikan dalam program AWS sangat lengkap dan sesuai dengan kebutuhan saya. Program ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pengembangan backend dan prinsip-prinsip DevOps.”
Melalui program beasiswa ini, Dava merasa sangat terbantu dalam mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya dalam bidang pemrograman. Alhasil, ia bisa langsung mengimplementasikan banyak hal yang dipelajari dari program AWS dalam proyek-proyek kuliahnya, termasuk skripsinya.
Dengan semua pengetahuan yang didapatnya, Dava pun semakin yakin untuk berkarier di dunia profesional. Namun, ini bukanlah tanpa tantangan. Karena tidak mendapatkan ilmu dasar dari kampusnya, Dava pun sempat “tertinggal” saat memelajari ilmu pemrograman. Untungnya, kelas-kelas dasar pemrograman dari Dicoding membantunya.
Sebelumnya, ia hanya mengenal JavaScript sebagai bagian dari frontend dalam pembuatan website. Namun, setelah belajar di Dicoding dan lebih lanjut di AWS, Dava menyadari bahwa JavaScript juga dapat digunakan di backend.
Pengetahuan ini membuka peluang baru baginya untuk mengimplementasikan JavaScript secara lengkap dalam proyek skripsinya. Ini merupakan tantangan bagi Dava. Awalnya, ia terbiasa menggunakan PHP (Hypertext Preprocessor). Kini, ia perlu beradaptasi dengan perbedaan syntax antara PHP dan JavaScript.
“Ternyata ‘kok lebih mudah menggunakan Javascript, daripada PHP yang harus lintas bahasa pemrograman. Sekali bikin syntax, sekali buat environment, langsung bisa jalan depan (front-end) dan belakang (back-end).”
Selama proses belajar di AWS, Dava juga merasakan dampak yang signifikan terutama dalam pengembangan skill DevOps. Sebelumnya, Dava memiliki sedikit pengetahuan tentang struktur deployment dan praktik terbaik dalam pengelolaan lingkungan pengembangan dan deployment aplikasi. Wajar, karena sebelumnya ia tidak mendapat ilmu tersebut.
Namun, melalui program AWS Scholarship, Dava mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang urutan proses deployment yang baik. Ia pun bisa menemukan praktik terbaik dalam pengelolaan lingkungan pengembangan aplikasi
Hal ini tentunya memberikan dampak positif yang signifikan dalam pengembangan karier dan kemampuan Dava di masa mendatang. Meski sempat terseok-seok di awal prosesnya, Dava akhirnya bisa fasih dalam memakai ilmu pemrograman yang didapatkannya dari AWS.
Lulus dari program AWS Scholarship memberikan kepercayaan diri pada Dava untuk berkarier di bidang teknologi. Bahkan tak lama setelahnya, ia lolos tes dari PT. Artcak Teknologi Indonesia, dan mulai bekerja di perusahaan tersebut saat dirinya masih kuliah semester tujuh. Berawal sebagai product engineer, kini Dava menjadi quality assurance.
Dava pun membagikan cerita menarik saat dirinya menjalani proses rekrutmen dari pihak PT Artcak Teknologi Indonesia.
“Saat ditanya mengenai DevOps, saya menjawab kalau saya punya pengetahuan dasar tentang DevOps dan mampu melakukan simulasi atau praktik dalam urutan yang tepat.”
Dava mengungkapkan kalau materi dasar yang dipelajari dari AWS membantunya untuk memberikan jawaban yang sesuai dan meyakinkan. AWS memberikan pemahaman dasar yang mendalam tentang topik-topik terkait cloud computing dan teknologi lainnya yang membantunya dalam menghadapi pertanyaan wawancara dari HR.
Sebagai perusahaan teknologi yang berbasis di Sidoarjo, Jawa Timur, PT Artcak Teknologi Indonesia menyediakan sistem manajemen untuk provide internet dan pengembangan perangkat lunak lainnya. Berangkat dari posisinya saat ini, Dava menjelaskan kalau pekerjaan hariannya adalah melakukan tes aplikasi.
“Karena aplikasi kita berhubungan sama end-user, seperti booking antrian dan penjualan tiket, mau tak mau kita harus melakukan testing setiap harinya meskipun ada update maupun tidak.”
Ketika ditanya apa yang membawanya sejauh ini, Dava menjawabnya dengan slogan ikonik dari Steve Jobs yang menjadi motto Apple Inc., “Stay hungry, stay foolish.” Untuk menjadi talenta digital yang berkaliber tinggi, Dava merasa kalau ia harus terus belajar untuk mengikuti perkembangan teknologi yang sangat pesat.
Sebagai motivasi, Dava menekankan bahwa tidak ada kata terlambat untuk belajar. Bahkan dirinya yang pernah “salah jurusan” pun bisa mengejar ketertinggalan dan akhirnya menjadi talenta digital unggulan. Dari kisahnya, kita tahu bahwa melalui dedikasi dan tujuan yang terarah, setiap orang memiliki kesempatan untuk mencapai kesuksesan.