Cerita Ahmad Fariz, Lulusan AWS DevOps & Back-End Developer Scholarship Program yang Berlatar Belakang Pendidikan Dirgantara dan Kini Berkarier di sebagai Software Engineer
“Kecuali kamu mencoba melakukan sesuatu di luar apa yang telah kamu kuasai, kamu tidak akan pernah tumbuh.”
(Ralph Waldo Emerson, Esais Amerika Serikat)
Berani keluar dari zona nyaman dan mempelajari hal baru seringnya dapat mengantarkan seseorang untuk tumbuh dengan luar biasa. Hal ini dirasakan sendiri oleh Ahmad Fariz (28), seorang lulusan dari Teknik Mesin dan Dirgantara di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Semula, Ahmad hanya tertarik untuk mendalami teknologi kendali pesawat semasa menempuh studi sarjana dan pascasarjana. Namun, riset untuk skripsi dan tesisnya tersebut mendorongnya untuk berkenalan dengan dunia pengembangan software.
Siapa sangka jika perkenalan tersebut akhirnya membawa Ahmad untuk berkarier secara penuh sebagai seorang pengembang software? Mari kita simak perjalanan Ahmad yang menyeberang dari dunia dirgantara ke dunia pengembangan software.
Dulu, Ahmad adalah seorang mahasiswa di Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB. Saat itu, ia melakukan pengamatan terhadap industri yang tengah berkembang di Indonesia dan memberikan dampak yang signifikan terhadap ekonomi masyarakat.
Dari pengamatannya tersebut, Ahmad mendapatkan sebuah jawaban bahwa industri-industri di dunia telah bertransisi ke dunia digital secara umum. Hal inilah yang membuat Ahmad tertarik untuk berkenalan dengan dunia pengembangan software.
Selain mulai mengetahui bahwa teknologi informasi memegang peranan penting pada industri, ketertarikan Ahmad terhadap software semakin menguat berkat adanya pembelajaran semasa kuliah yang melibatkan teknologi digital.
Di kampus, Ahmad memperoleh pengetahuan pemrograman melalui mata kuliah Matematika Teknik dan Teknik Kendali. Lalu, ia pun berkesempatan untuk mempraktekkan ilmu tersebut melalui praktikum membuat software dengan bahasa pemrograman Matlab.
Setelah cukup jatuh cinta pada dunia digital, Ahmad memutuskan untuk melakukan penelitian terhadap controller atau kendali pesawat. Sistem kendali pesawat yang melibatkan perangkat lunak di dalamnya membuat Ahmad lebih sering lagi bersinggungan dengan berbagai aktivitas coding. Akhirnya, teknologi kendali ini menjadi topik pada skripsi dan tesis Ahmad.
Ahmad memperoleh ilmu pemrograman tidak hanya dari kampus, tetapi juga dari usaha belajar secara autodidak. Berbagai sumber pembelajaran di internet ia manfaatkan sebaik-baiknya, mulai dari YouTube hingga forum-forum digital.
Namun, belajar secara mandiri membuat proses belajar Ahmad kurang terarah karena ketiadaan kurikulum dan alur belajar. “Yang penting bisa bikin program,” adalah tolok ukur keberhasilan belajarnya.
Setelah berkuliah hingga S2 dan belajar pengembangan perangkat lunak secara mandiri, Ahmad menyelesaikan studinya. Sebagai seorang lulusan Teknik Dirgantara, Ahmad berencana untuk bisa berkarier di dunia penerbangan.
Sayangnya, kesulitan datang saat pandemi melanda tanah air. Dampak signifikan yang dirasakan langsung oleh dunia penerbangan membuat kesempatan Ahmad untuk bekerja di bidang itu sangatlah kecil.
Akhirnya, Ahmad memutuskan untuk menyeberang ke dunia pengembangan software berbekal ilmu yang ia peroleh semasa kuliah. Kariernya sebagai seorang Software Engineer pun dimulai hingga kemudian telah bekerja untuk beberapa perusahaan. Posisi tersebut menuntut Ahmad untuk terus relevan dengan perkembangan teknologi masa kini.
Oleh karenanya, ia berkenalan dengan berbagai platform pembelajaran teknologi. Sayangnya, materi yang Ahmad dapatkan masih kurang terstruktur dan ia belum bisa menilai sampai di mana tingkat kemampuannya.
Setelah memperoleh pengalaman kerja sebagai Software Engineer selama beberapa tahun, akhirnya, Ahmad menjadi seorang Senior Software Engineer. Kini ia bekerja di Manuva, sebuah startup berbasis di Jakarta, penyedia berbagai jenis produk hasil manufaktur. Ahmad juga berkontribusi pada pengembangan end-to-end supply chain platform bernama DistriOS.
Meski sudah berkarier sebagai seorang karyawan senior, ia tetap memiliki semangat untuk terus belajar. Hal ini membuat Ahmad sempat berkenalan dengan platform Dicoding dan mendaftarkan diri untuk kelas trial.
Keikutsertaannya di kelas gratis tersebut membuatnya rutin menerima newsletter Dicoding yang kerap memberikan info beasiswa belajar teknologi. Dari newsletter inilah Ahmad menemukan AWS DevOps & Back-End Developer Scholarship Program. Keinginan Ahmad untuk bisa berkenalan dengan dunia cloud computing membuatnya tertarik untuk mendaftarkan diri ke program beasiswa tersebut.
Setelah menjadi peserta program beasiswa AWS, kesan pertama yang Ahmad dapatkan adalah kerapian proses pembelajarannya. Adanya alur belajar dan kurikulum pada beasiswa ini membuat Ahmad menjadi lebih terarah saat mempelajari pengembangan back-end. Selain itu, tingkatan-tingkatan yang ada di tiap modul membantu Ahmad untuk mengetahui pemahamannya sudah ada di level mana.
“Ilmu yang saya peroleh dari program beasiswa AWS cocok untuk peserta yang memang ingin berkarier di bidang IT. Ini karena materi yang saya peroleh sangat nyambung dengan pekerjaan saya, baik di company sebelumnya, maupun company yang sekarang. Clean code dan best practice-nya juga bermanfaat,” ucap Ahmad.
Tantangan manajemen waktu juga mewarnai proses belajar Ahmad di program beasiswa ini. Berperan sebagai seorang karyawan purnawaktu sekaligus kepala rumah tangga membuat Ahmad harus mengorbankan waktu tidur demi bisa menyelesaikan target kelas. Tak jarang ia bergadang hingga pukul dua dini hari. Namun, semua pengorbanan itu terbayar saat Ahmad berhasil lulus dari AWS DevOps & Back-End Developer Scholarship Program.
Setelah lulus dari program beasiswa AWS, Ahmad jadi lebih bisa mengemukakan ide dan menyampaikan pendapat mengenai cloud di perusahaannya. Ini membuatnya mendapatkan izin untuk melakukan manajemen resource pada cloud perusahaan.
“Selain itu, dulu, saya hanya seorang individual contributor. Setelah pengetahuan saya bertambah dan bisa lebih banyak terlibat di perusahaan, saya dipercaya dengan managerial role. Sebagai seorang lead, saya kini punya kewajiban untuk melakukan breakdown tugas-tugas rekan kerja saya, hingga mereviu kode. Ilmu yang saya peroleh dari AWS membuat saya bisa menjalani tanggung jawab saya dengan baik,” tuturnya.
Keberhasilan Ahmad untuk menyeberang dari dunia dirgantara ke dunia teknologi membuatnya ingin menyemangati mereka yang berencana untuk melakukan hal sama. Baginya, ikut serta dalam AWS DevOps & Back-End Developer Scholarship Program adalah kesempatan bagus untuk mereka yang ingin memperoleh pembelajaran teknologi tanpa biaya.
“Program beasiswa dari AWS ini benar-benar membangun ilmu fundamental saya untuk melanjutkan karier di bidang IT, khususnya sebagai seorang Software Engineer. Jika kalian mendapatkan kesempatan untuk belajar teknologi di program yang sama, serap ilmunya dengan baik. Dengan cara ini, kalian bisa meningkatkan kapasitas diri yang berdampak pada karier kalian di masa depan,” Ahmad menutup sesi wawancara.